Kerja
keras membawa berkah
Pagi
itu aku berangkat bekerja dengan sepeda motorku. Seperti biasa aku selalu
menikmati perjalananku dengan melihat ke kanan dan ke kiri sambil bernyanyi
lirih untuk menghibur diri dalam kesendirian. Aku melewati jalan yang berbeda
dengan jalan yang biasanya aku lewati. Biasanya aku melewati jalan alternative,
yang sepi, dan udara nya pun lebih sejuk. Tapi entah kenapa hari ini aku
melewati jalan yang selama ini aku benci, karena bising, banyak lampu merah dan
ramai dengan pengguna jalan....hufht bikin capek, tapi lumayan dekat dengan
tempat kerjaku.
Ketika
aku sampai di perempatan lampu merah aku pun berhenti.dan terdengar disampingku
ada suara seorang pedagang yang menawarkan dagangannya.
“Mbak,
beli sari kedelai nya mbak. Ini masih hangat kok mbak”. Kata seorang anak
laki-laki yang menawariku membeli sari kedelainya.
“Berapa
harganya dek?”. Tanyaku
“Murah
mbak, hanya 1000 rupiah”. Jawabnya dengan tegas
“Baiklah
dek aku beli 5 ya”. kataku
“Alhamdulillah,
Pelaris mbak. terima kasih”. Jawabnya sambil membungkus sari kedelai untukku
Aku
menatap kembali wajahnya yang penuh rasa syukur dan rasa senang itu. Aku jadi
penasaran dengan anak laki-laki ini. Anak siapa ya dia? Ucapannya yang penuh
syukur itu membuat aku merasa kagum sekali. Jarang sekali aku mendengar anak
laki-laki yang seumuran dengan dia itu mengucapkan kalimat Thayyibah itu, apa
lagi dia termasuk anak jalanan. Tapi setiap manusia itu memang tidak ada yang
sama kok. Subhanallah.
Sesampainya
aku di sekolah, aku masih saja terus ingat dengan anak laki-laki itu. Entah
kenapa ketika aku mengajar aku masih saja mendengar ucapan anak laki-laki itu.
Ya Allah, Anak siapa dia? Jadi penasaran ingin bertemu keluarganya.
“Astaghfirullahal’adhim,
kok jadi ndak konsen gini ya aku”. Ungkapku dalam hati.
Jam
sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Waktunya aku pulang kerja. Seperti biasa
setiap aku pulang, aku mampir dulu ke warung bu Minah untuk membeli makan
siang.
Tiba-tiba
aku mendengar ada suara yang keras dan kelihatannya sedang marah-marah. Aku
melihat seorang laki-laki tua yang sedang bicara keras dengan seorang anak
laki-laki. Aku tau anak itu. Oh, dia anak yang tadi pagi berjualan minuman sari
kedelai kan.
“Hai,
kamu tidak bisa lihat ya kalau ada orang tua di sini. Ini sepatu mahal”. Ucap
laki-laki tua itu dengan nada keras.
Anak
laki-laki itu ku lihat hanya terdiam dan menundukkan kepalanya mendengarkan apa
yang laki-laki tua itu ucapkan, Tak sepatah kata pun ia lontarkan untuk membela
dirinya. Dan akhirnya anak itu mulai bicara.
“Maafkan
saya pak. Saya tidak sengaja menjatuhkan makanan saya ke sepatu bapak. Maafkan
saya”. Ucap anak laki-laki itu dengan nada memelas.
“Tidak
mau tahu, kamu harus membersihkan sepatu saya sampai bersih”. Ucap laki-laki
tua itu dengan angkuhnya.
Dalam
hatiku nggondok banget…huufht orang tua ini sombong sekali. Tidak bisa apa
menghargai anak ini yang sudah mengakui atas kesalahannya. Yang dipikir
sepatunya aja. Padahal sepatunya kan tidak rusak hanya sedikit kotor.. huuh.
Ndak terima aku dia sudah menyakiti hati adik ini. Karena aku pun tidak tahan
dengan perlakuan bapak tua itu, akhirnya ku datangi dia yang lagi makan dengan
lahapnya.
“Maaf
pak, saya sebenarnya tidak ingin ikut campur, tapi apa yang bapak lakukan pada
anak ini, itu tidak adil pak”. Ucapku pada laki-laki tua itu.
“Padahal
anak ini kan sudah mengakui kesalahannya pak dan dia juga sudah meminta maaf
pada bapak”. Tambahku lagi
“Siapa
kamu, apa kamu kenal sama anak ini?” Tanya laki-laki tua itu padaku
“Tidak
pak, saya tidak mengenalnya, tapi saya yakin dia anak yang baik yang selalu
bekerja keras membantu keluarganya untuk memenuhi kebutuhannya pak”. Jawabku
pada pak tua itu
“Ooh…begitu
ya”. Kata bapak itu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya
Tiba-tiba
bapak tua itu memanggil anak laki-laki itu.
“Nak,
sini. Saya ingin bicara sama kamu”. Perintah bapak tua itu kepada anak
laki-laki tersebut dengan nada yang lembut
Anak
laki-laki itu pun menggangguk, dan bersegera datang menuju ke bapak tua itu dengan
membawa sepatu yang sudah ia bersihkan sampai mengkilat.
“Ini
pak, sepatu bapak. Maafkan Saya“. Ucap anak itu dengan sopannya
“Terima
kasih ya nak. Saya juga minta maaf karena tadi sudah membentak kamu. Pasti kamu
merasa saya melecehkan kamu”. Ucap bapak tua itu dengan lembut
“ya
karena kamu sudah membersihkan sepatu saya, dan juga sebagai permintaan maaf
saya, tolong ini kamu terima karena hanya ini yang bisa saya berikan pada mu
nak”. Lanjut bapak tua itu sambil menyodorkan uang kepada anak itu
“Maaf
pak bukannya saya menolak. Dalam hal ini saya memang yang bersalah pak. Jadi
tidak apa-apa”. Jawab anak itu
Dialog
itu pun masih berlanjut. Dan aku pun masih menjadi penonton setia yang sedang
menikmati situasi yang mengharukan ini.
“Nak
tolong terima ini, sebagai bukti kamu memaafkan bapak”. Ucap bapak itu dengan
suara memohon dan penuh harap.
“Baiklah
pak, saya menerima keikhlasan bapak. Semoga Allah SWT selalu menambahkan Rizki
kepada bapak”. Ucap anak itu
Aku
pun beranjak dari tempat dudukku, makan siangku sudah selesai. Aku pun mulai
berpamitan dan tak lupa pula aku membayar makan siangku ke bu Minah sang
pemilik warung tempat makanku tadi. Tiba-tiba ketika aku nyalakan sepeda
motorku terdengar suara anak laki-laki itu memanggilku.
“Mbak
tunggu sebentar”. Ucap anak itu sambil berlari menghampiriku.
“Iya
dek, ada apa?”. Kataku
“Saya
hanya ingin mengucapkan terima kasih mbak soal yang tadi”. Kata anak itu dengan
suara parau.
“Iya
dek, sama-sama”. Jawabku
Akhirnya akupun berlalu dengan
sepeda motorku dengan suasana hati yang gembira.
Sore hari di rumah, aku duduk di
halaman rumah sambil melihat suasana senja yang Indah, bersama ayah dan Ibuku.
Kami membicarakan hal-hal yang kami alami seharian di luar rumah,begitu pula
aku. Aku menceritakan kejadian siang tadi kepada kedua orang tuaku. Ketika aku
bercerita tiba-tiba terdengar
“Tahu, Tempe goreng…… gorengan. Bu gorengannya
masih hangat lo bu”.
“Gorengan
nak, beli sepuluh ribu ya nak.” Ucap Ibuku kepada penjual gorengan itu
Aku
bergumam dalam hati “sepertinya aku kenal dengan anak ini”. Akupun penasaran.
Aku pun menghampiri anak itu yang meladeni ibuku, ternyata...
“Lo
adik…”. Ucapku dengan nada terkejutnya
Alangkah
terkejutnya aku ketika aku melihat sosok itu lagi. Begitu kerja kerasnya,
begitu rajinnya. Apakah tidak ada kelelahan yang dirasakan anak ini. Ya Allah
apakah anak ini robot, dari Pagi hingga Senja seperti ini dia masih membantu
keluarganya mencari nafkah. “Anda
mbak. Mbak yang tadi siang di warung mbok minah”. Ucap anak itu.
“Iya
dik”. Jawabku
Akhirnya
aku mengajaknya masuk untuk menemui ayah dan ibuku. Aku pun berkata pada kedua
orang tuaku
“Ayah,
Ibu ini anak yang baru saja saya cerikan tadi”. Ucapku
“Oh
kamu ya. siapa nama kamu nak?”. Tanya ayahku
“Sunoto,
pak”. Jawabnya
“Oh
Sunoto ya. Rumah kamu dimana nak, dan tinggal dengan siapa saja?”. Tanya ayah
lagi
“Rumah
saya di jalan tabrani pak, saya tinggal dengan bapak, ibu dan kedua adik saya
pak”. Jawabnya lagi
Ayah dan ibu sangat kagum melihat sunoto yang
mau membantu bapak dan ibunya. ”Setelah ngobrol- ngobrol dengan ayah dan ibuku
aku pun tidak mau kalah untuk ikut ngobrol dengan anak itu
“Dik
maaf, apa adik tidak sekolah?”. Tanyaku
“Saya
ingin membantu orang tua saya mbak”. Jawabnya dengan raut wajah yang tegar
“Apa
kamu tidak ingin melanjutkan sekolah lagi dik.” Tanya ku
“Ya
ingin sekali mbak tapi tidak ada yang membantu orang tua saya. Biar adik-adik
saya saja mbak yang sekolah.” Jawabnya dengan raut wajah yang sayu
“Emak
dan Bapak kerja apa dik?” tanyaku lagi
“Emak
saya hanya menjadi tukang cuci mbak. Sedangkan bapak saya menjadi pemulung mbak.
Tapi itu dulu mbak.” Jawabnya
“Lo
kenapa dik?” tanyaku dengan nada penasaran
“Sekarang
bapak saya sedang sakit mbak. Setiap minggu harus berobat. Makanya kalau saya
tidak membantu ibu, saya merasa saya bukanlah anak yang baik, yang patuh pada
orang tua. Saya ingin membalas perjuangan kedua orang tua saya yang sudah dengan
susah payah membesarkan saya mbak. ”
Ayah
dan Ibuku hanya mendengarkan penjelasan sunoto saja. mereka kagum melihat
sunoto yang tak malu membantu orang tuanya. tanpa berbicara sepatah katapun
ayah dan ibuku hanya diam menatapku. Aku tertunduk malu, karena aku tak seperti
sunoto yang mau menghormati bapak ibunya, tapi aku walaupun sudah bekerja tapi
aku masih menyusahkan ayah dan ibuku. Dalam batinku aku menangis ingin meminta
maaf pada ayah dan ibu. Tidak terasa air mataku keluar dari kelopak mataku.
Aku
masih menundukkan kepalaku, Aku berfikir, Apakah tidak ada beasiswa untuk
anak-anak yang kurang beruntung seperti sunoto. Atau apakah tidak ada orang
yang kaya mau menyekolahkan anak-anak yang kurang beruntung ini. Tiba-tiba aku
terperanjat kaget ketika ayahku berbicara padaku.
“Firda,
kok melamun kamu. Ini nak Sunoto mau pamit.” Kata ayahku padaku
“Oh..
Sunoto mau pulang ya.” jawabku dengan nada yang kecil
“Iya
mbak, saya mau pulang dulu. Sudah mala mini gorengannya juga belum habis mbak.”
Ucap sunoto padaku
Kulihat
wajah sunoto lagi. Wajahnya sangat ceria, tanpa ada rasa galau. Aku merasa dia
anak yang sabar, suka kerja keras dan tak tampak pada wajahnya suatu kesedihan
sedikitpun. Begitu tegarnya dia. Aku hanya berharap semoga Allah SWT selalu
memberi keberkahan pada hidupnya.
Akhirnya
Sunoto pun pulang kerumahnya. Ayah dan Ibuku mendatangiku dan bertanya, kenapa
aku menangis. Ayah, Ibu aku sedih dengan apa yang aku dengar hari ini. Ternyata
masih ada anak yang mau berbakti kepada orang tuanya. Aku jadi malu ayah, Ibu
dengan anak itu. Aku yang diberi orang tua seperti Ayah dan Ibu yang masih
bekerja untukku, tapi aku belum pernah berbakti pada ayah dan Ibu. Kemudian Ayah
dan ibuku memelukku. Dan berkata “sudah lah nak yang terpenting sekarang kamu
juga mau belajar menjadi anak yang berbakti dengan melihat perjuangan sunoto
tadi yang tak gentar dan malu mau membantu orang tuanya untuk bekerja. Kamu
harus lebih bersyukur lagi ya atas apa yang kamu alami saat ini”. “Iya ayah,
ibu”. Jawabku sambil mengusap air mataku
Akupun
memiliki rencana untuk mencari rumah anak itu dengan temanku yaitu Rahmanita.
Kami akan pergi pada hari Minggu ini.
Tok…tok…tok…..
“Assalamualaikum”.
Terdengar ada yang mengucapkan salam dan mengetuk pintu
“Wa’alaikumsalam”.
Jawab ibu sambil membukakan pintu
“Oh
nak Rahma. Mau mencari Firda ya. Tunggu sebentar ya, ibu panggilkan. Silahkan
duduk dulu nak.” Ucap ibuku sambil berlalu untuk memanggilku. Sambil menungguku
rahma berbincang-bincang dengan ayahku, setelah itu ibuku pun ikut
berbincang-bincang dengan Rahmah, dengan samar aku mendengarkan pembicaraan
mereka. Ketika aku keluar dari kamar, aku mendengar ayahku mengatakan “nak
nanti bilang Firda, untuk memberi kabar pada sunoto, dia anak yang rajin jadi
ayah mau membiayai sekolah sunoto, sampai sunoto lulus SMA”. Dengan sepontan
aku pun berteriak senang dan langsung memeluk ayahku.
“benarkah
apa yang ayah katakan pada Rahmah tadi ayah?”. Tanyaku pada ayah
“iya
betul anakku. Kamu senangkan”. Ungkap ayahku dengan tegas
Akhirnya
dengan wajah ceria, aku dan rahma segera mencari alamat rumah sunoto dan
setelah aku menemukan rumah sunoto, aku dengan semangatnya menyampaikan pesan
ayah kepada sunoto dan keluarganya, bahwa sunoto bisa melanjutkan sekolahnya
yang sempat terputus selama 2 tahun itu. Meskipun harus mengulang, tapi Sunoto
tetap semangat dan bahagia sekali menerima kabar ini, Begitu juga keluarga
sunoto yang begitu sangat Bahagianya sampai mereka saling mengajak untuk
bersujud syukur, mengucap syukur kepada Allah SWT.
“Alhamdulillah
Ya Allah, atas segala limpahan rahmad dan hidayah-Mu kepada kami. Engkau telah
kabulkan segala doa kami sekeluarga ya Allah”. Suara ayah sunoto yang berdoa
dengan nada ketegaran, sembari ayah sunoto hanya terbaring di atas kasurnya dan
mereka telah meneteskan air mata kebahagiaannya.
Setelah
mendengar kabar itu sunoto langsung memeluk kedua orang tuanya, dan air matanya
jatuh tak tertahankan hingga membasahi pipinya. Sunoto berbisik pada ayah dan
ibunya, “Ayah, Ibu saya akan selalu membuatmu merasakan kebahagiaan yang tak
terhingga, menjadikan kalian selalu bangga kepadaku, aku berjanji pada kalian.”
Akhirnya
Sunoto bisa kembali lagi untuk melanjutkan sekolahnya walau pun dia harus
mengulang mulai kelas VII. Tapi dia tidak patah semangat untuk belajar lagi dan
terus menuntut ilmu. Dia ingin sukses maka dia memiliki Prinsip “Teruslah
bekerja keras walau apa yang kita inginkan sudah kita dapatkan. Dan belajarlah
dengan sungguh-sungguh dan terus menerus jika ingin terus berprestasi dalam
hidup”.
Inilah
berkah dari keuletan, kerja keras, dan keikhlasan sunoto dalam membantu
keluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari- hari, karena Allah
SWT itu tidak akan menutup diri bagi Umatnya yang selalu bekerja keras dan
Ikhlas.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar