Sabtu, 08 Juni 2013

CerpenKu



Kerja keras membawa berkah


Pagi itu aku berangkat bekerja dengan sepeda motorku. Seperti biasa aku selalu menikmati perjalananku dengan melihat ke kanan dan ke kiri sambil bernyanyi lirih untuk menghibur diri dalam kesendirian. Aku melewati jalan yang berbeda dengan jalan yang biasanya aku lewati. Biasanya aku melewati jalan alternative, yang sepi, dan udara nya pun lebih sejuk. Tapi entah kenapa hari ini aku melewati jalan yang selama ini aku benci, karena bising, banyak lampu merah dan ramai dengan pengguna jalan....hufht bikin capek, tapi lumayan dekat dengan tempat kerjaku.
Ketika aku sampai di perempatan lampu merah aku pun berhenti.dan terdengar disampingku ada suara seorang pedagang yang menawarkan dagangannya.
“Mbak, beli sari kedelai nya mbak. Ini masih hangat kok mbak”. Kata seorang anak laki-laki yang menawariku membeli sari kedelainya.
“Berapa harganya dek?”. Tanyaku
“Murah mbak, hanya 1000 rupiah”. Jawabnya dengan tegas

Aku menatap wajah anak itu dengan penuh kekaguman yang tak dapat terungkapkan.
“Baiklah dek aku beli 5 ya”. kataku
“Alhamdulillah, Pelaris mbak. terima kasih”. Jawabnya sambil membungkus sari kedelai untukku
Aku menatap kembali wajahnya yang penuh rasa syukur dan rasa senang itu. Aku jadi penasaran dengan anak laki-laki ini. Anak siapa ya dia? Ucapannya yang penuh syukur itu membuat aku merasa kagum sekali. Jarang sekali aku mendengar anak laki-laki yang seumuran dengan dia itu mengucapkan kalimat Thayyibah itu, apa lagi dia termasuk anak jalanan. Tapi setiap manusia itu memang tidak ada yang sama kok. Subhanallah.
Sesampainya aku di sekolah, aku masih saja terus ingat dengan anak laki-laki itu. Entah kenapa ketika aku mengajar aku masih saja mendengar ucapan anak laki-laki itu. Ya Allah, Anak siapa dia? Jadi penasaran ingin bertemu keluarganya.
“Astaghfirullahal’adhim, kok jadi ndak konsen gini ya aku”. Ungkapku dalam hati.
Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Waktunya aku pulang kerja. Seperti biasa setiap aku pulang, aku mampir dulu ke warung bu Minah untuk membeli makan siang.
Tiba-tiba aku mendengar ada suara yang keras dan kelihatannya sedang marah-marah. Aku melihat seorang laki-laki tua yang sedang bicara keras dengan seorang anak laki-laki. Aku tau anak itu. Oh, dia anak yang tadi pagi berjualan minuman sari kedelai kan.
“Hai, kamu tidak bisa lihat ya kalau ada orang tua di sini. Ini sepatu mahal”. Ucap laki-laki tua itu dengan nada keras.
Anak laki-laki itu ku lihat hanya terdiam dan menundukkan kepalanya mendengarkan apa yang laki-laki tua itu ucapkan, Tak sepatah kata pun ia lontarkan untuk membela dirinya. Dan akhirnya anak itu mulai bicara.
“Maafkan saya pak. Saya tidak sengaja menjatuhkan makanan saya ke sepatu bapak. Maafkan saya”. Ucap anak laki-laki itu dengan nada memelas.
“Tidak mau tahu, kamu harus membersihkan sepatu saya sampai bersih”. Ucap laki-laki tua itu dengan angkuhnya.
Dalam hatiku nggondok banget…huufht orang tua ini sombong sekali. Tidak bisa apa menghargai anak ini yang sudah mengakui atas kesalahannya. Yang dipikir sepatunya aja. Padahal sepatunya kan tidak rusak hanya sedikit kotor.. huuh. Ndak terima aku dia sudah menyakiti hati adik ini. Karena aku pun tidak tahan dengan perlakuan bapak tua itu, akhirnya ku datangi dia yang lagi makan dengan lahapnya.
“Maaf pak, saya sebenarnya tidak ingin ikut campur, tapi apa yang bapak lakukan pada anak ini, itu tidak adil pak”. Ucapku pada laki-laki tua itu.
“Padahal anak ini kan sudah mengakui kesalahannya pak dan dia juga sudah meminta maaf pada bapak”. Tambahku lagi
“Siapa kamu, apa kamu kenal sama anak ini?” Tanya laki-laki tua itu padaku
“Tidak pak, saya tidak mengenalnya, tapi saya yakin dia anak yang baik yang selalu bekerja keras membantu keluarganya untuk memenuhi kebutuhannya pak”. Jawabku pada pak tua itu
“Ooh…begitu ya”. Kata bapak itu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya
Tiba-tiba bapak tua itu memanggil anak laki-laki itu.
“Nak, sini. Saya ingin bicara sama kamu”. Perintah bapak tua itu kepada anak laki-laki tersebut dengan nada yang lembut
Anak laki-laki itu pun menggangguk, dan bersegera datang menuju ke bapak tua itu dengan membawa sepatu yang sudah ia bersihkan sampai mengkilat.
“Ini pak, sepatu bapak. Maafkan Saya“. Ucap anak itu dengan sopannya
“Terima kasih ya nak. Saya juga minta maaf karena tadi sudah membentak kamu. Pasti kamu merasa saya melecehkan kamu”. Ucap bapak tua itu dengan lembut
“ya karena kamu sudah membersihkan sepatu saya, dan juga sebagai permintaan maaf saya, tolong ini kamu terima karena hanya ini yang bisa saya berikan pada mu nak”. Lanjut bapak tua itu sambil menyodorkan uang kepada anak itu
“Maaf pak bukannya saya menolak. Dalam hal ini saya memang yang bersalah pak. Jadi tidak apa-apa”. Jawab anak itu
Dialog itu pun masih berlanjut. Dan aku pun masih menjadi penonton setia yang sedang menikmati situasi yang mengharukan ini.
“Nak tolong terima ini, sebagai bukti kamu memaafkan bapak”. Ucap bapak itu dengan suara memohon dan penuh harap.
“Baiklah pak, saya menerima keikhlasan bapak. Semoga Allah SWT selalu menambahkan Rizki kepada bapak”. Ucap anak itu
Aku pun beranjak dari tempat dudukku, makan siangku sudah selesai. Aku pun mulai berpamitan dan tak lupa pula aku membayar makan siangku ke bu Minah sang pemilik warung tempat makanku tadi. Tiba-tiba ketika aku nyalakan sepeda motorku terdengar suara anak laki-laki itu memanggilku.
“Mbak tunggu sebentar”. Ucap anak itu sambil berlari menghampiriku.
“Iya dek, ada apa?”. Kataku
“Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih mbak soal yang tadi”. Kata anak itu dengan suara parau.
“Iya dek, sama-sama”. Jawabku
            Akhirnya akupun berlalu dengan sepeda motorku dengan suasana hati yang gembira.
            Sore hari di rumah, aku duduk di halaman rumah sambil melihat suasana senja yang Indah, bersama ayah dan Ibuku. Kami membicarakan hal-hal yang kami alami seharian di luar rumah,begitu pula aku. Aku menceritakan kejadian siang tadi kepada kedua orang tuaku. Ketika aku bercerita tiba-tiba terdengar
 “Tahu, Tempe goreng…… gorengan. Bu gorengannya masih hangat lo bu”.
“Gorengan nak, beli sepuluh ribu ya nak.” Ucap Ibuku kepada penjual gorengan itu
Aku bergumam dalam hati “sepertinya aku kenal dengan anak ini”. Akupun penasaran. Aku pun menghampiri anak itu yang meladeni ibuku, ternyata...
“Lo adik…”. Ucapku dengan nada terkejutnya
Alangkah terkejutnya aku ketika aku melihat sosok itu lagi. Begitu kerja kerasnya, begitu rajinnya. Apakah tidak ada kelelahan yang dirasakan anak ini. Ya Allah apakah anak ini robot, dari Pagi hingga Senja seperti ini dia masih membantu keluarganya mencari nafkah.          “Anda mbak. Mbak yang tadi siang di warung mbok minah”. Ucap anak itu.
“Iya dik”. Jawabku
Akhirnya aku mengajaknya masuk untuk menemui ayah dan ibuku. Aku pun berkata pada kedua orang tuaku
“Ayah, Ibu ini anak yang baru saja saya cerikan tadi”. Ucapku
“Oh kamu ya. siapa nama kamu nak?”. Tanya ayahku
“Sunoto, pak”. Jawabnya
“Oh Sunoto ya. Rumah kamu dimana nak, dan tinggal dengan siapa saja?”. Tanya ayah lagi
“Rumah saya di jalan tabrani pak, saya tinggal dengan bapak, ibu dan kedua adik saya pak”. Jawabnya lagi
 Ayah dan ibu sangat kagum melihat sunoto yang mau membantu bapak dan ibunya. ”Setelah ngobrol- ngobrol dengan ayah dan ibuku aku pun tidak mau kalah untuk ikut ngobrol dengan anak itu
“Dik maaf, apa adik tidak sekolah?”. Tanyaku
“Saya ingin membantu orang tua saya mbak”. Jawabnya dengan raut wajah yang tegar
“Apa kamu tidak ingin melanjutkan sekolah lagi dik.” Tanya ku
“Ya ingin sekali mbak tapi tidak ada yang membantu orang tua saya. Biar adik-adik saya saja mbak yang sekolah.” Jawabnya dengan raut wajah yang sayu
“Emak dan Bapak kerja apa dik?” tanyaku lagi
“Emak saya hanya menjadi tukang cuci mbak. Sedangkan bapak saya menjadi pemulung mbak. Tapi itu dulu mbak.” Jawabnya
“Lo kenapa dik?” tanyaku dengan nada penasaran
“Sekarang bapak saya sedang sakit mbak. Setiap minggu harus berobat. Makanya kalau saya tidak membantu ibu, saya merasa saya bukanlah anak yang baik, yang patuh pada orang tua. Saya ingin membalas perjuangan kedua orang tua saya yang sudah dengan susah payah membesarkan saya mbak. ”
Ayah dan Ibuku hanya mendengarkan penjelasan sunoto saja. mereka kagum melihat sunoto yang tak malu membantu orang tuanya. tanpa berbicara sepatah katapun ayah dan ibuku hanya diam menatapku. Aku tertunduk malu, karena aku tak seperti sunoto yang mau menghormati bapak ibunya, tapi aku walaupun sudah bekerja tapi aku masih menyusahkan ayah dan ibuku. Dalam batinku aku menangis ingin meminta maaf pada ayah dan ibu. Tidak terasa air mataku keluar dari kelopak mataku.
Aku masih menundukkan kepalaku, Aku berfikir, Apakah tidak ada beasiswa untuk anak-anak yang kurang beruntung seperti sunoto. Atau apakah tidak ada orang yang kaya mau menyekolahkan anak-anak yang kurang beruntung ini. Tiba-tiba aku terperanjat kaget ketika ayahku berbicara padaku.
“Firda, kok melamun kamu. Ini nak Sunoto mau pamit.” Kata ayahku padaku
“Oh.. Sunoto mau pulang ya.” jawabku dengan nada yang kecil
“Iya mbak, saya mau pulang dulu. Sudah mala mini gorengannya juga belum habis mbak.” Ucap sunoto padaku
Kulihat wajah sunoto lagi. Wajahnya sangat ceria, tanpa ada rasa galau. Aku merasa dia anak yang sabar, suka kerja keras dan tak tampak pada wajahnya suatu kesedihan sedikitpun. Begitu tegarnya dia. Aku hanya berharap semoga Allah SWT selalu memberi keberkahan pada hidupnya.
Akhirnya Sunoto pun pulang kerumahnya. Ayah dan Ibuku mendatangiku dan bertanya, kenapa aku menangis. Ayah, Ibu aku sedih dengan apa yang aku dengar hari ini. Ternyata masih ada anak yang mau berbakti kepada orang tuanya. Aku jadi malu ayah, Ibu dengan anak itu. Aku yang diberi orang tua seperti Ayah dan Ibu yang masih bekerja untukku, tapi aku belum pernah berbakti pada ayah dan Ibu. Kemudian Ayah dan ibuku memelukku. Dan berkata “sudah lah nak yang terpenting sekarang kamu juga mau belajar menjadi anak yang berbakti dengan melihat perjuangan sunoto tadi yang tak gentar dan malu mau membantu orang tuanya untuk bekerja. Kamu harus lebih bersyukur lagi ya atas apa yang kamu alami saat ini”. “Iya ayah, ibu”. Jawabku sambil mengusap air mataku
Akupun memiliki rencana untuk mencari rumah anak itu dengan temanku yaitu Rahmanita. Kami akan pergi pada hari Minggu ini.
Tok…tok…tok…..
“Assalamualaikum”. Terdengar ada yang mengucapkan salam dan mengetuk pintu
“Wa’alaikumsalam”. Jawab ibu sambil membukakan pintu
“Oh nak Rahma. Mau mencari Firda ya. Tunggu sebentar ya, ibu panggilkan. Silahkan duduk dulu nak.” Ucap ibuku sambil berlalu untuk memanggilku. Sambil menungguku rahma berbincang-bincang dengan ayahku, setelah itu ibuku pun ikut berbincang-bincang dengan Rahmah, dengan samar aku mendengarkan pembicaraan mereka. Ketika aku keluar dari kamar, aku mendengar ayahku mengatakan “nak nanti bilang Firda, untuk memberi kabar pada sunoto, dia anak yang rajin jadi ayah mau membiayai sekolah sunoto, sampai sunoto lulus SMA”. Dengan sepontan aku pun berteriak senang dan langsung memeluk ayahku.
“benarkah apa yang ayah katakan pada Rahmah tadi ayah?”. Tanyaku pada ayah
“iya betul anakku. Kamu senangkan”. Ungkap ayahku dengan tegas
Akhirnya dengan wajah ceria, aku dan rahma segera mencari alamat rumah sunoto dan setelah aku menemukan rumah sunoto, aku dengan semangatnya menyampaikan pesan ayah kepada sunoto dan keluarganya, bahwa sunoto bisa melanjutkan sekolahnya yang sempat terputus selama 2 tahun itu. Meskipun harus mengulang, tapi Sunoto tetap semangat dan bahagia sekali menerima kabar ini, Begitu juga keluarga sunoto yang begitu sangat Bahagianya sampai mereka saling mengajak untuk bersujud syukur, mengucap syukur kepada Allah SWT.
“Alhamdulillah Ya Allah, atas segala limpahan rahmad dan hidayah-Mu kepada kami. Engkau telah kabulkan segala doa kami sekeluarga ya Allah”. Suara ayah sunoto yang berdoa dengan nada ketegaran, sembari ayah sunoto hanya terbaring di atas kasurnya dan mereka telah meneteskan air mata kebahagiaannya.

Setelah mendengar kabar itu sunoto langsung memeluk kedua orang tuanya, dan air matanya jatuh tak tertahankan hingga membasahi pipinya. Sunoto berbisik pada ayah dan ibunya, “Ayah, Ibu saya akan selalu membuatmu merasakan kebahagiaan yang tak terhingga, menjadikan kalian selalu bangga kepadaku, aku berjanji pada kalian.”
Akhirnya Sunoto bisa kembali lagi untuk melanjutkan sekolahnya walau pun dia harus mengulang mulai kelas VII. Tapi dia tidak patah semangat untuk belajar lagi dan terus menuntut ilmu. Dia ingin sukses maka dia memiliki Prinsip “Teruslah bekerja keras walau apa yang kita inginkan sudah kita dapatkan. Dan belajarlah dengan sungguh-sungguh dan terus menerus jika ingin terus berprestasi dalam hidup”. 
Inilah berkah dari keuletan, kerja keras, dan keikhlasan sunoto dalam membantu keluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari- hari, karena Allah SWT itu tidak akan menutup diri bagi Umatnya yang selalu bekerja keras dan Ikhlas.
****






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar